Total Tayangan Halaman

Kamis, 08 April 2010

PERILAKU KOLEKTIF DAN PERUBAHAN SOSIAL

Perilaku kolektif (collective behaviour) merupakan cirri khas dari masyarakat berkebudayaan kompleks. Perilaku demikian tidak terdapat pada masyarakat sederhana. Perilaku kolektif meliputi perilaku kerumunan, perilaku massa, dan gerakan sosial.

Kerumunan (crowd) adalah kumpulan manusia sementara yang bertindak secara bersama-sama. Terdapat tiga teori utama yang mencoba memberi penjelasan tentang perilaku kerumunan. Teori penyeberan (contagion theory) menekankan proses psikologis dari pemberian saran dan penanganan (manipulasi); teori konvergensi (convergence theory) menekankan persamaan sikap para anggota kerumunan; teori kemunculan norma (emergent norma theory) menunjukkan bagaiamana norma dalam situasi kerumunan muncul dan berperan dalam membenarkan, serta membatasi perilaku. Perilaku kerumunan ditandai oleh: (1) anonimitas, yakni hilangnya kendala yang biasanya mengendalikan individu dan rasa tanggung jawab pribadi, (2) impersonalitas, yakni sikap yan memandang bahwa hanya kelompok seseoranglah yang penting, (3) mudahnya dipengaruhi, yakni sikap para anggota yang menerima saran secara tidak kritis, (4) tekanan jiwa (stress), dan (5) amplifikasi interaksional, yakni sikap para naggota yang saling meningkatkan kadar keterlibatan emosi. Di lain pihak, perilaku kerumunan dibatasi oleh : (1) kebutuhan emosi dan sikap para anggota; (2) nilai-nilai para anggota; (3) pemimpin kerumunan yang harus menciptakan hubungan baik, meningkatkan ketegangan emosi, memberikan saran untuk meredakan ketegangan itu dan memberikan pembenaran terhadap tindakan yang ditempuh; dan (4) Kontrol eksternal, terutama dari pihak polisi yang kesanggupannya untuk mengendalikan perilaku kerumunan sebagian tergantung kepada keterampilan, dan selebihnya tergantung kepada keberadaan kerumunan.

Perilaku kerumunan memiliki banyak ragam atau bentuk. Hadirin (audiens) merupakan bentuk kerumunan yang pada umumnya berjalur komunikasi satu arah (tetapi tidak selamanya demikian); bentuk kerumunan ini membentuk respons terhadap astu stimulus (rangsangan). Dalam kerusuhan (riot) para anggota kerumunan, yang agresif dan liar, menyalurkan perasaan kejengkelan mereka secara irasional; namun demikian, penyaluran perasaan kejengkelan itu seringkali dilakukan secara rasional. Dalam suasana orgi (pesta pora) suatu kerumunan yang baik menikmati kesukariaan tanpa kendala. Dalam suasana panic orang-orang membentuk kerumunan secara tiba-tiba dan tidak terorganisasi dalam upaya menyelamatkan diri dari bahaya.

Massa terdiri atas sejumlah orang yang terpisah-pisah yang memberikan respons terhadap suatu rangsangan (stimulus) yang sama secara sendiri-sendiri. Perilaku massa adalah perilaku massa yang tidak terstruktur dan tidak terkordinasi. Ragam perilaku massa meliputi desas-desus (rumor), yakni berita yang menyebar luas secara cepat dan tidak ditunjang oleh fakta; gaya (fad) atau mode (fashion), yakni ragam (variasi) tutur, tindak-tanduk, busana, atau perilaku; perilaku keranjingan (craze), yakni kegiatan massa yang mengasyikkan dan memberikan kepuasan tertentu, tetapi hanya berlangsung dalam waktu yang tidak lama; histeri massa (mass hysteria), ykni suatu anggapan irasional yang menyebar di kalangan masyarakat; dan juga masih ada ragam lainnya. Perilaku bencana (disaster behaviour) merupakan suatu bidang studi yang relative masih baru dan meliputi pelbagai ragam (bentuk) perilaku kolektif.

Para ahli sosiologi mendefinisikan istilah publik (public) baik sebagai orang-orang yang memiliki minat atau perhatian yang sama, maupun sebagai orang-orang yang sama-sama memiliki keprihatinan terhadap suatu masalah. Pendapat publik (public opinion) mencakup berbagai pendapat yang dianut oleh sejumlah besar orang dan kesepakatan (konsensus) yang disetujui oleh kebanyakan orang.

Dalam kenyataan setiap kelompok dewasa ini berupaya untuk dapat memanipulasi pendapat umum. Propaganda, yang seringkali disebut ‘hubungan masyarakat,’ merupakan salah satu kegiatan terbesar kita. Propaganda bisa saja terbukti lebih lemah dari yang seringkali kita duga. Hal tersebut terjadi karena pengaruh propaganda saingan (tandingan), kredibilitas perilaku propaganda, tingkat kecerdasan penerima, dan kecenderungan yang berlaku dalam masyarakat.

Gerakan sosial (social movement) merupakan cara-cara kolektif untuk menunjang atau menolak perubahan. Teori psikologi menghubungkan kegiatan gerakan sosial dengan ketidakpuasan pribadi (personal discontent) atau dengan ketidakmampuan menyesuaikan diri (personal maladjustment) yang menyebabkan orang bersikap mudah terlibat dalam suatu gerakan; teori sosiologi menekankan deprivasi relatif (relative deprivation), yakni situasi dimana harapan orang terbukti lebih tinggi daripada kenyataan yang terjadi; teori sosiologi juga menekankan peranan mobilitas sumber daya (resource mobilization, serta organisasi efektif, taktik, dan para pemimpin gerakan). Terdapat beberapa tipe gerakan sosial: gerakan perpindahan (migratory movement), yakni arus berpindahnya penduduk ke suatu tempat baru; gerakan ekspresif (expressive movement), yakni tindakan penduduk untuk mengubah sikap mereka sendiri, dan bukannya mengubah masyarakat; gerakan utopia (utopian movement), yakni upaya untuk menciptakan masyarakat sejahtera (sempurna) yang berskala kecil; gerakan reformasi (reform movement), yakni gerakan yang berupaya memperbaiki beberapa kepincangan dalam masyarakat; gerakan revolusioner (revolutionary movement) yang berusaha untuk mengganti sistem yang ada dengan sistem baru; dan gerakan perlawanan (resistance movement) yang berusaha melawan perubahan sosial tertentu. Dalam proses pentahapan banyak gerakan sosial melalui tahap ketidaktenteraman (unrest), tahap perangsangan (excitement), tahap formalisasi (formalization), tahap institusionalisasi (institutionalization), dan tahap pembubaran (dissolution).





Sumber: Horton B Paul, Chester L Hunt, Sosiologi (Jakarta, Penerbit Erlangga, 1999).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar