Total Tayangan Halaman

Kamis, 08 April 2010

MOBILITAS WANITA

Secara tradisional kaum wanita mengalami mobilitas terutama melalui perkawinan [Chase, 1975]. Mungkin saja para wanita yang sudah menikah bekerja pada jenis pekerjaan yang “cocok” (lebih rendah, tetapi tidak terlalu jauh di bawah status kedudukan suami mereka), namun sedikit sekali kaum wanita mencapai status sosial melalui pekerjaan. Meskipun demikian, dewasa ini kaum wanita menuntut adanya persamaan, kesempatan kerja. Dengan demikian, terlepas dari perkawinan, pekerjaan pun dapat memberikan tangga mobilitas bagi kaum wanita. Kaum wanita mengalami peningkatan dramatis dalam segi profesi. Jumlah mahasiswi pada fakultas hukum mislanya, meningkat lebih dari lima kali lipat sejak tahun 1970 hingga tahun 1980 [Fossum, 1981]. Seorang ahli sosiologi wanita, yang sangat kritis terhadap masyarakat yang didominasi oleh kaum pria, menyatakan: “Secara jelas kaum wanita menunjukkan kemajuan paling besar. Jika dibandingkan dengan semua kelompok ‘kasta’ di Amerika” [Duberman, 1976, hal. 303].

Pola karier dan mobilitas kaum pria dan kaum wanita semakin menunjukkan adanya persamaan, meskipun masih tetap ada perbedaannya. Sebagian besar istri yang bekerja masih menentukan kedudukan sosialnya berdasarkan pekerjaan suami mereka [Jackman dan Jackman, 1982]. Terlepas dari itu, semakin banyak wanita seperti itu yang menggunakan baik pekerjaan mereka sendiri maupun pekerjaan suaminya sebagai dasar dalam menentukan kedudukan sosial mereka [Van Velsor dan Beeghley, 1979]. Mobilitas karier para wanita yang sudah menikah masih sangat dibatasi oleh tugas-tugas rumah tangga, dan keharusan mendidik anak, serta hambatan-hambatan lain yang mengganggu karier mereka. Persamaan yang sesungguhnya dalam segi mobilitas yang menyangkut lembaga keluarga maupun yang menyangkut lembaga politik ekonomi.




Sumber: Horton B Paul, Chester L Hunt, Sosiologi (Jakarta, Penerbit Erlangga, 1999).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar