Rencana BI bersama pemerintah, yang akan menerbitkan bond stabilization funds (BSF), ditanggapi dingin oleh para bankir. Mereka menilai dua otoritas tersebut kurang tegas dalam mengatasi hot money yang kian membanjiri pasar uang di negeri ini.
Kenapa harus bertindak setengah hati? Ini aneh, apalagi menteri keuangan kita itu bekas bankir. Dia mestinya tahu, akan sangat berbahaya kalau hot money terus mengalir masuk, kata seorang direktur di sebuah bank pemerintah.
Seperti gencar diberitakan akhir-akhir ini dana asing yang masuk ke instrumen jangka pendek terus mengalir deras. Hanya dalam hitungan hari, jumlahnya naik triliunan rupiah.
Diperkirakan, akhir pekan ini, angkanya telah mencapai Rp270 triliun. Mayoritas masih ngendon di Surat Utang Negara (SUN), yang per 9 November mencapai Rp195 triliun. Menyusul di belakanganya SBI (Sertifikat Bank Indonesia) dan terakhir di saham.
Nah, kalau dana panas ini ditarik berbarengan (dan itu pasti terjadi), maka dunia keuangan negeri ini dipastikan gonjang-ganjing. Bukan hanya sektor keuangan dan pasar modal yang bakal terpukul, sektor riil pun akan terkena dampaknya akibat melemahnya rupiah. BSF tak akan bisa menstabilkan keadaan yang seperti itu, kata sang bankir.
Itu sebabnya, pemerintah disarankan meniru langkah Brazil dan Thailand yang mengenakan pajak atas dana-dana yang masuk dari luar negeri. Aturan itu akan semakin lengkap jika batas waktu penguasaan surat berharga di Indonesia (terutama SUN dan SBI) diperpanjang lagi.
Tak perlu malu untuk meniru. Apalagi hot money itu nyaris tak ada gunanya buat kita. Hanya menambah beban saja, tuturnya. Ia memperkirakan, dana-dana panas itu akan pulang kandang tahun depan seiring dengan membaiknya perekonomian AS dan Eropa. [mdr]
Sumber: inilah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar