Masyarakat Indonesia pada zaman Belanda dibagi dalam lapisan-lapisan berdasarkan ras. Belanda menempatkan penduduk asli atau bumiputera pada strata paling bawah yang disebut Inlander. Sikap Belanda yang sangat diskriminatif ini menakibatkan kondisi bumiputera kian terpuruk ke dalam kemiskinan, keterbelakangan, dan kebodohan.
Belanda menerapkan politik monopoli dan juga melestarikan feodalisme. Belanda sendiri merupakan Negara monarki yang menganut feodalisme. Kondisi ini sangat menghambat golongan bumiputera untuk melakukan mobilitas sosial ke atas. Sebabnya, semua jabatan tinggi, seperti gubernur jendral, residen, dan kepala polisi diduduki oleh orang Belanda. Selain itu, jabatan bupati, wedana, dan asisten wedana dipegang oleh bumiputera yang berasala dari golongan ningrat. Golongan ningrat pada masa itu menjadi alat untuk mewujudkan kepentingan Belanda di Indonesia. Untuk sekolah pun, bumiputera yang berasal dari rakyat biasa sangat sulit. Apabila mereka sekolah, pendidikan mereka hanya terbatas sampai kelas dua setingkat SD atau hanya sekedar dapat membaca dan menulis. Itu pun hanya dalam rangka memenuhi kebutuhan tenaga kerja rendahan dengan upah yang murah.
Dalam bidang ekonomi, Belanda juga sangat diskriminatif. Bumiputera hanya diperbolehkan menjadi pedagang kecil. Sebaliknya, golongan Timur Asing mendapat kesempatan mengelola ekonomi menengah, seperti menjadi pedagang grosir dan pemilik pabrik kebutuhan pangan. Ekspor hasil perkebunan berupa the, tembakau, kopi, dan tebu dikelola oleh orang Belanda atau orang Eropa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar